Kamis, 13 Juni 2024

Belajar itu Bahagia



“Pasti ada yang salah ini” Bisikku dalam hati.


Kala itu, saya lupa pastinya tapi kondisi ini terjadi pada bulan-bulan pertama masuk sekolah di kelas tujuh. Setiap kali masuk kelas, terlihat murid-murid acuh tak acuh dan tidak bersemangat. Saat memulai pembelajaran pun murid tetap terlihat bermalas-malasan bahkan ada yang bermain-main. Padahal hari itu saya masuk ke kelas membawa sejumlah peralatan seperti laptop, proyektor dan speaker. Ada tayangan yang akan saya sajikan terkait materi pembelajaran. Masih dengan hati yang sedih saya melanjutkan pembelajaran dengan tetap memperhatikan apa saja yang dilakukan mereka saat tayangan masih tersaji. Memang sih tidak semua murid terlihat tidak fokus. Masih ada sebagian kecil yang tetap serius memperhatikan tayangan dan sesekali membuat catatan di buku tulisnya yang bersampul kertas manila warna perak. Saya berpikir apakah karena ini masih proses adaptasi perubahan jenjang sekolah atau bagaimana ya?


Sekolah saya adalah SMP Negeri 4 Kabanjahe yang mulai beroperasi pada tahun ajaran 2017/2018, masih tergolong baru untuk sebuah sekolah negeri di Kecamatan Kabanjahe dengan luas lahan 7396 m2 dengan murid yang beragam suku dan budayanya, tingkat ekonomi dan pendidikan orang tua.


Terus berpikir tentang kondisi ideal yang seharusnya terjadi di kelas saat pembelajaran. Sambil menggeser layar gawai untuk melihat video real di salah satu aplikasi yang cukup populer kini, pun dirasa belum ketemu yang sreg sesuai kondisi dan karakter murid-murid saya. Hal ini benar-benar membuat saya tak enak makan dan tak enak tidur. Saya pun bercerita kepada rekan guru di kantor saat jam istirahat tentang kondisi kelas saya saat itu dan juga beberapa waktu yang telah lalu, dengan harapan mendapat pencerahan. Namun, ternyata mereka pun mengalami hal yang sama. Sesaat kami terdiam dan melanjutkan kegiatan masing-masing.


Malu rasanya jika pembelajaran di kelas saya tidak berjalan dengan baik karena saya merupakan guru penggerak di angkatan 4 untuk Kabupaten Karo. Kegelisahan ini saya curahkan ke teman di grup KOPI (grup WA alumni Google Master Trainer yang juga merupakan anggota IGI Sumatera Utara yang berisi guru-guru dari Kabupaten Langkat, Asahan, Tapanuli utara, Labuhanbatu Utara dan Dairi) kita sebut saja Rina. Kemudian saya membaca kembali buku koleksi pribadi yang bertajuk Manajemen belajar dan Pembelajaran di Sekolah buah karya Zainal Aqib dan Ahmad Amrullah dan melihat beberapa video inspiratif dari Platform Merdeka Mengajar.


Aha … akhirnya saya menemukan ide untuk menggunakan media permainan menyusun potongan gambar yang biasa disebut dengan istilah puzzle dan belajar secara berkelompok. Hal yang saya lakukan pertama sekali adalah menentukan materi yang cocok dengan permainan tersebut. Lalu mencari gambar yang menarik dan sesuai dengan tujuan pembelajarannya dan saya menemukan satu gambar dari buku murid kelas 7 mapel IPA lah ya, karena saya adalah guru mata pelajaran IPA. Akhirnya pilihan jatuh pada gambar Suasana di Laboratorium sekolah dari buku paket IPA halaman 41 dengan tajuk Review Bab. Gambar tersebut saya tangkap layar kemudian saya pindahkan dan sesuaikan dengan ukuran kertas A4, gambar dicetak dan dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil yang nantinya akan murid gabungkan menjadi gambar utuh. Selanjutnya murid-murid diminta untuk menganalisis dan menjawab pertanyaan yang saya sediakan di lembar kerja peserta didik (LKPD) pendampingnya. LKPD ini berguna untuk panduan kerja atau petunjuk kerja dan sebagai bahan refleksi.


Hal menarik yang saya temukan dari pembelajaran bersama permainan secara berkelompok ini adalah munculnya jiwa kepemimpinan murid, dan kreatifitas mereka terlihat dari teknik penggabungan gambar tersebut. Setiap kelompok punya teknik kerja sama yang berbeda-beda dan menurut saya sangat unik. Setelah waktu pengerjaan yang ditentukan habis dan beberapa kelompok telah selesai menyusun gambar saya meminta mereka untuk memaparkan hasil kerja dengan memperlihatkan gambar utuh dan menjelaskan suasana yang terlihat. Ternyata mereka pun membuat yel-yel kelompok yang membuat pembelajaran menjadi semakin menyenangkan. Tak terasa bel pun berbunyi tanda waktu belajar IPA telah usai. Murid-murid yang belum kebagian presentasi merasa kecewa dan meminta agar tetap bisa tampil di pertemuan berikutnya.


Ah … senangnya bisa membuat murid tersenyum bahagia saat belajar.